Senin, 28 Januari 2019

Review fasilitas Obyek Wisata Kuya Belawa

Saat pertama kali kami memasuki kawasan obyek wisata ini kita akan menjumpai adanya papan yang berada di pohon besar bertuliskan “ Selamat datang di Obyek Wisata Belawa.” Setelah masuk pintu kita akan melihat banyak sekali pepohonan yang sangat rindang membuat udara disekitar terasa sejuk dengan adanya pepohonan tersebut dan waktu kita mengunjungi tempat tersebut saya melihat tidak terlalu banyak pengunjung disana. Tepat disebelah kanan pintu masuk kita akan dapat melihat ada sebuah kolam bebatuan yang didalam terdapat ikan-ikan refleksi yang jumlahnya sangat banyak, biasanya warga setempat menyempatkan diri untuk duduk dan merendam kaki mereka pada kolam tersebut dan membiarkan ikan ikan menggigit kaki mereke agar dapat mengurangi kelelahan karena perjalanan yang cukup lama untuk sampai ke tempat wisata ini. untuk para pengunjung yang ingin beristirahat disini terdapat warung untuk sekedar mengisi perut atau hanya skedar lesahan dan disebelah kiri warung terdapat mushola. Dan juga persis disebelah kolam ada sumur kecil dengan air yang dangkal yaitu sumur pamuruyan.
          Di tempat ini ada kolam khusus pemeliharaan kura-kura belawa, serta ruang khusus untuk penetasan telur. Saat saya dan teman-teman masuk melihat bagaimana cara pengembangbiakan kura-kura disini, pada ruangan kecil tempat penetasan telur kura-kura disini, terdapat ratusan telur yang baru saja dipindahkan. Di Taman Wisata Kurawa Belawa, terdapat museum yang didalamnya terdapat display awetan kura belawa yang telah mati, kemudian diletakkan dalam akuarium kaca tertutup dan diletakkan di dalam ruangan semi indoor berkolam. Selain museum, di Taman Wisata Kura Belawa juga terdapat kolam pemeliharaan kura belawa dewasa berukuran kurang lebih 630 m2, kolam pemeliharaan tukik, serta ruang penetasan. Indonesia seharusnya bangga, karena salah satu jenis kura-kura  dengan ciri khas yang kerap disebut kura belawa hanya ada di Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon. Kura-kura belawa ini harus dijaga dan di lestarikan dengan sangat hati-hati karna hewan ini sangat langka di dunia dan hanya terdapat di daerah cikuya ini. Hewan ini ada yang sebagian jinak dan sebagian tidak.
          Tempat wisata edukasi ini terbilang cukup terjangkau untuk pencarian lokasinya. Akan tetapi karena fasilitas dan sumber daya yang belum memadai, kurang terawat bahkan terkesan seadanya sehingga menjadi kurang nyaman karena terbatasnya dana untuk memelihara tempat tersebut. Salah satunya toilet yang kurang bersih, lingkungan yang lembab serta lapangan parkir yang kurang luas. Terkadang masih ada beberapa sampah yang berserakan. Untuk itu kita sebagai pengunjung pun harus ikut menjaga tempat wisata tersebut agar tetap bersih dan nyaman serta kita juga harus menjaga dan menyanyangi hewan-hewan yang ada disekitar, terlebih lagi hewan langka. Seperti salah satu contohnya kura-kura belawa ini. Karena kura-kura belawa satu-satunya hewan endemik dan merupakan salah satu hewan langka yang hanya ada di Cirebon bahkan di dunia. Dan satu lagi menurut saya pemerintahan di cirebon harus lebih peduli bahwa ada wisata yang sangat keren untuk di publikasikan kepada dunia. Nah, oleh karena itu kita harus bersama-sama melestarikan hewan tersebut jangan sampai punah.
          Wisata Kuya Belawa merupakan kawasan konservasi yang berada di tanah Desa Belawa. Di lokasi ini, sudah terbentuk kelompok pemerhati kura belawa, salah satunya Kelompok Kuya Asih Mandiri yang merupakan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, serta Kelompok Penggerak Pariwisata binaan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Cirebon. Dengan terbentuknya kelompok tersebut berharap kura-kura belawa ini terurus dan berkembang biak dengan baik sehingga akan populasi kura-kura belawa ini akan semakin meningkat.

Review sejarah Kuya belawa

Adanya kura-kura yang bertempurung khas ini juga menumbuhkan cerita rakyat setempat dan menimbulkan dongengan-dongengan yang turun temurun agar generasi penerus bisa memahami dan menghargai hal hal yang merupakan peninggalan sejarah yang tidak baik kalau kita abaikan begitu saja.
Peninggalan leluhur kita patut kita hargai dan hormati agar kekayaan peninggalan itu tetap lestari sampai akhir zaman
Dan cerita mitos ini salah satunya adalah kura-kura yang ada di Desa Belawa.
Pada zaman dahulu ada seorang pemuda yang bernama “Jaka Saliwah” Jaka berarti lelaki/ Pemuda sedangkan Saliwah berarti tidak sama (tidak satu warna ).
Wajah Jaka Saliwah terdiri dari warna putih dan hitam sebelah berwarna putih dan sebelahnya lagi berwarna hitam.
Allah telah mentakdirkan semenjak lahir Jaka berwajah dua rupa.
Betapa sedih dan pilu orang tuanya menerima kenyataan ini, namun Tuhan telah menghendakinya orang tua Jaka hanya bias berdo’a mudah-mudahan diberi ketabahan, kesabaran dan keimanan.
Juga do’a untuk bayinya mudah-mudahan menjadi anak yang sholeh berbakti kepada orang tua,berguna untuk nusa dan bangsa Iman dan Takwa kepada yang Kuasa.
Jaka Saliwah tergolong anak yang cerdas semenjak kecil ia sudah di didik ilmu agama giat bekerja dan menjadi suri tauladan teman-teman sebayanya.
Ketidak samaan warna muka tidak menjadi penghalang dan renda diri tetapi Jaka Saliwah selalu ceria..
Usia makin dewasa mulailah Jaka Saliwah merassa rendah diri apalagi kalau ada teman sebayanya memperolok-olok, kata cemoohandan kadang mereka diluar batas kesopanan.
Lama-lama ia merasa didsisihkan, dia menjadi anak yang murung. Ia sering menyendiri di dalam kamar. Wajah yang semula cerria kini mulai selalu murung/
Enggang bergaul dengan teman-temanya . Ia jarang keluar rumah lebih baik mengurung diri, itulah pekerjaan Jaka Saliwah saat itu.
Kedua orang tuanya selalu membesarkan hati sang anak,namun Jaka saliwah selalu membisu seribu basa. Tak pernah memberi jawaban apa yang ia pikirkan
Kedua orang tua selalu kebingungan ihtiar apa yang harus dilakukan, mereka mencari orang yang mengerti dan bisa menunjukan kemana mereka harus meneima saran dan pendapat.
Akhirnya ada seorang yang mengatakan coba-coba kesana ada seorang yang dianggap sakti dan memiliki ilmu yang tinggi.
Beliau berada di Cidayeuh/ Cikuya sekarang di sana ada orang yang dianggap pemuka agama dan mempunyai banyak santri, beliau bernama “Syeh Datuk Putih“. 
Syeh Datuk Putih mengajarkan agama islam walaupun waktu itu hanya sebagian kecil saja, sebab penduduk Desa Belawa waktu itu telah memeluk suatu kepercayaan ke pohon yang besar, ke batu-batu dan sebagainya atau penganut Animisme.
Sedikit demi sedikit Syeh datuk Putih berhasil menanamkan ajaran-ajaran Islam. Dengan mengucapkan Dua kalimat Syahadat.
Jaka Saliwah akhirnya atas keinginan sendiri dan nasihat orang tuanya ia berangkat dari rumahnya diiringi dengan do’a kedua orang tuanya.
Jalan yang ditempuh tidaklah mudah tebing yang terjal dan mendakki tidaklah jadi penghalang Jaka Saliwah.
Walau kakinya sudah terlalu lelah badannya sudah terlalu payah, tapi kalau dengan keteguhan hati , ia terus berjalan dan terus berjalan. Akhirnya sampailah di tempat tujuan di Desa Belawa.
Langkah yang sudah lemah bersemangat kembali setelah kakinya mulai melangkah ke tempat di mana Syeh datuk Putih berada.

Review Mitos Obyek wisata kuya belawa

  Setelah kami mengetahui adanya sejarah tentang kura-kura belawa ternyata ada juga tentang kisah mitos tentang kura-kura belawa ini. Dan warga setempat pun sangat menyetujui hal itu dikarenakan warga setempat masih bingung dengan adanya kura-kura belawa itu. Adanya kura-kura yang bertempurung khas ini juga menumbuhkan cerita rakyat setempat dan menimbulkan dongengan-dongengan yang turun temurun agar generasi penerus bisa memahami dan menghargai peninggalan sejarah. Dan cerita mitos ini salah satunya adalah kura-kura yang ada di Desa Belawa.
         Pada zaman dahulu ada seorang pemuda yang bernama “Jaka Saliwah” Jaka berarti lelaki/ Pemuda sedangkan Saliwah berarti tidak sama (tidak satu warna ). Wajah Jaka Saliwah terdiri dari warna putih dan hitam sebelah berwarna putih dan sebelahnya lagi berwarna hitam. Kura-kura Belawa di Cirebon dikeramatkan warga setempat. Sebuah mitos pun berselimut pada hewan langka ini.
         Ketika saya dan teman-teman saya menjelajahi di lokasi obyek wisata Cikuya Kura-kura Belawa, banyak yang mengatakan bahwa kisah mistis yang melekat pada kura-kura Belawa berkaitan dengan penyebaran agama Islam di Cirebon yang dibawa oleh Syekh Datuk Kahfi. Kala itu Syekh Datuk Kahfi menerima seorang santri bernama Jaka Saliwah yang wajahnya memiliki dua warna, hitam dan putih. Jaka Saliwah diperintah untuk berzikir di atas batu Pasujudan yang berada di samping Sumur Pamuyuran di Cikuya, yang saat ini menjadi objek wisata kura-kura Belawa.
         Awalnya mucul dari penyebaran agama hingga muncul kisah adanya kura-kura putih di sumur pamuruyan tersebut. Ada pula mitos lainnya yang katanya menceritakan hal yang berbeda, bahwa yang dibuang bukanlah kitab suci Al-Quran, melainkan kitab ilmu kanuragan berupa ilmu pamuruyann, pengasihan, dan pamulyaan yang mengajarkan segala kebaikan untuk dibagikan kepada seluruh umat manusia, habluminannas (hubungan sesama manusia), dan habluminallah (hubungan dengan Tuhan). Berubahnya kitab sebagai kura-kura dianggap sebagai sebuah simbol bahwa untuk mendapatkan suatu hal yang diinginkan, maka seseorang harus yakin dan sabar untuk berusaha dan menunggu hal itu tiba, sama seperti kura-kura yang mencerminkan sifat yang serupa.
        Setelah saya telusuri lebih lanjut adanya mitos tersebut memberikan dampak positif terhadap keberlangsungan kura-kura Belawa. Dengan kura-kura yang dikeramatkan, maka tak ada orang yang memperjual-belikan apalagi memakannya.
Dilihat dari sisi mistis tersebut, menurut saya banyak warga yang mempercayai adanya kisah mitos tersebut sehingga warga setempatpun mengambil sisi positifnya dengan adanya kisah kura-kura di sini bisa terjaga hingga sekarang. Dan saat ini kura-kura Belawa jumlahnya sekitar 400 ekor. Bersyukur kura-kura Belawa masih bisa diselamatkan dan upaya konservasi pun terus berlanjut.
        Selain mitos munculnya kura-kura berasal dari penyebaran agama ternyata ada juga yang bilang bahwa munculnya kura-kura belawa pada dasarnya adalah jelmaan dari seorang kyai. Cerita bermula dari datangnya dua orang kyai ke Desa Belawa, yang akhirnya memutuskan untuk membangun pesantren. Namun kedua kyai ini kemudian berselisih mengenai siapakah yang akan menjadi pemimpin pesantren tersebut. Salah satu kyai yang kalah kemudian meninggalkan desa. Tahun demi tahun berlalu, kyai yang kalah mengirimkan putranya untuk menyadarkan pemimpin pesantren Belawa yang merupakan sahabatnya dulu. Tersadar akan sifatnya yang takabur saat mengalahkan sahabatnya, sang kyai tersebut menghilang begitu saja. Kemudian secara tiba-tiba dari mata air muncul seekor kura-kura putih yang dipercaya sebaga
i penjelmaan dari sang pemimpin pesantren. Hingga kini dipercaya bahwa seseorang dengan jiwa yang bersih dapat melihat kura-kura putih tersebut mengapung diatas air pamuruyan.

Review obyek wisata

 Kura-kura Belawa adalah kura-kura langka yang terdapat di Cirebon, itupun tidak di sembarang tempat. Hanya ada di Desa Belawa, di Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, sekitar 200 kilometer dari kota Cirebon. Kura-kura Belawa termasuk hewan yang dilindungi oleh masyarakat setempat. Selain cerita keramat, keber-adaan Kura-kura Belawa juga dilindungi oleh sebuah mitos, ia tidak dapat dibawa keluar dari Desa Belawa. Apabila ada yang mencoba membawa keluar kura-kura itu, maka orang yang bersangkutan akan mendapat musibah.
  Habitat kura-kura Belawa yaitu di darat dan di air. Untuk sehari-hari hidup di air, sedangkan untuk perkembangbiakannya yaitu bertelur di darat.
Kura-kura ini lebih senang hidup di air yang berlumpur, terkadang hanya berendam di dalam lumpur sepanjang harinya.

Masyarakat memelihara kura-kura tersebut dengan diberi pakan berupa ayam, ikan asin dan singkong.
  Kura-kura ini dalam perkembangbiakannya hampir sama dengan kura-kura lainnya yaitu melalui telur. Telur dari kura-kura tersebut pada saat ini diperjualbelikan oleh masyarakat sekitar daerah ter-sebut, oleh karenanya perlu dibuatkan suatu tempat yang memadai untuk kelangsungan hidupnya oleh pihak yang berwenang untuk menjaga kelestariannya. Hingga saat ini kura-kura tersebut terjaga dari kepunahan, karena didasarkan oleh masyarakat tabu untuk mengambil daging kura-kura dari tempatnya. Pada masa yang akan datang perlu dibuatkan habitat yang sesuai agar jenis satwa tersebut terhindar dari kepunahan.

Lokasi wisata ini berjarak kira-kira 12 km dari kota Cirebon ke arah timur menuju Sindanglaut. Obyek wisata ini memiliki daya tarik dari kura-kura yang mempunyai ciri khusus di punggung yang cekung dengan nama latin " Aquatic Tortose Ortilia norneensis."
Menyimpan legenda menarik tentang keberadaannya di desa belawa kecamatan Lemahabang. Menurut penelitian merupakan spesies kura-kura yang langka dan patut di lindungi keberadaannya.
Selain dari itu di obyek wisata cikuya terdapat Sumur Pamuruyan di dalam basa sunda Buhun muruy berarti melihat bayangan diri terutama wajah basa sunda ngeunteung (ngaca) .
Pamuruyan berarti tempat muruy, melihat muka disamping keperluan cuci muka (sibeungeut) dsb. Setelah datang agama islam dipergunakan untuk mengambil air Wudlu dimana airnya dipercaya dapat mempermudah mendapatkan jodoh atau keperluan lainnya (benar tidaknya Wallahu alam bisawab)
Batu Yang Tak Boleh Di injak Sebenarnya bukan batu yang keras tapi cadas yang bisa aus dimakan waktu. Mungkin dahulunya datar dan agak lebar dipakai untuk sholat ma’mum .
Umumnya orang awam menggangap batu itu angker , siapa yang menginjak akan sakit , akan mendapat celaka dsb. Pada waktu sholat para alim ulama mengatakan bahwa dalam Takbiratul Ikhram Allah Akbar jiwa kita kita harus Mi’raz menghadap Illlahi sesuai dengan perintah Allah Subhanahu Wataala sholat Lima waktu . Diriwayatkan ketika Mi’raz dari masjidil Aqsa naik kelangit dihalamannya sada batu, batu itu merupakan landasan tangga dari langit yang disebut Suullam Jannah. Setelah Mi’raz Nabi Muhammad SAW batu tidak pernah (tidak Boleh) diinjak oleh manusia. Jadi batu cadas di Cikuya mengingatkan kita pada batu yang ada di mesjid Aqsa di Palestina. Letak batu di Cikuya itu ada di sebelah selatan sumur pamuruyan dengan arah menghadap kiblat.Pada jaman Orde Baru Kepala Desa Suara (Alm) batu itu dikubur (letak yang sekarang ) dan pada waktu kepala desa Pak Djuhud tanah yang menutupi digali sehingga dapat dilihat.

Rabu, 16 Januari 2019

[ Review ] Mitos Obyek Wisata Kura-Kura Belawa


Mitos di Wisata Desa Belawa
Banyak  orang datang mungkin ingin melihat kura-kura  belawa yang katanya hanya ada  satu-satunya di dunia dan berada di sini. Namu ternyata orang-orang datang karena penasaran dengan mitos yang terkenal disini yang tumbuh dari cerita rakyat setempat dan menimbulkan dongengan-dongengan yang turun temurun agar generasi penerus bisa memahami dan menghargai peninggalan sejarah. Dan cerita mitos ini 
salah satunya adalah legenda munculnya kura-kura yang ada di Desa Belawa.

         Pada dahulu kala ada seorang pemuda yang memiliki warna wajah yang tidak sama berna Jaka Saliwah, Jaka berarti Lelaki atau Pemuda sedangkan Saliwah berarti tidak sama (tidak satu warna). Orangtua pemuda ini sangat kebingungan dimana mereka dapat menyembuhkan anak mereka, Jaka tumbuh menjadi pemuda yang sangat pemalu dan tidak percaya diri dikarena wajahnya tidak berwarna sama dibandingkan anak-anak lainnya.
Mendengar ada orang yang bisa menyembuhkan
di Belawa atau Cikuya sekarang terdapat Padepokan. Jaka pun belajar ilmu agama dari seorang guru yang bernama Syekh Datuk Putih. Selama berbulan-bulan ia belajar ilmu agama islam dan menjadi santri yang rajin beribadah, Suatu hari ia merasa sangat frustasi dengan rupanya yang tak kunjung sembuh juga diliputi rasa marahdan perasaan kecewa ia dengan gelap mata merobek kertas- kertas ayat suci Al-Quran yang ada di dekatnya dan membuangnya pada kolam. Namu, keajaiban muncul saat potongan kertas itu di buang oleh jaka seketika menjadi sebuah kura-kura kecil muncul dari dalam kolam tersebut dengan rasa terkejut jaka melihat kedalam kolam dan pantulan dirinya terlihat bahwa wajahnya sudah yang mengatakan bahwa kisah mistis yang melekat pada kura-kura Belawa berkaitan dengan penyebaran agama Islam di Cirebon yang dibawa oleh Syekh Datuk Kahfi. Kala itu Syekh Datuk Kahfi menerima seorang santri bernama Jaka Saliwah yang wajahnya memiliki dua warna, hitam dan putih. Jaka Saliwah diperintah untuk berzikir di atas batu Pasujudan yang berada di samping Sumur Pamuyuran di Cikuya, yang saat ini menjadi objek wisata kura-kura Belawa.menunggu hal itu tiba, sama seperti kura-kura yang mencerminkan sifat yang serupa. Dengan kura-kura yang dikeramatkan, maka tak ada orang yang memperjual-belikan  apalagi memakannya.

Dilihat dari sisi mistis tersebut, menurut saya banyak warga yang mempercayai adanya kisah mitos tersebut sehingga warga setempatpun mengambil sisi positifnya dengan adanya kisah kura-kura di sini bisa terjaga hinga sekarang Dan saat ini kura-kura Belawa jumlahnya sekitar 400 ekor. Menurut Mitos yang beredar jika kita membawa keluar kura-kura tersebut maka kita akan celaka, saya mendengar dari penjaga obyek wisata ini beliau bercerita bahwa dahulu ada sekelompok orang  yang membawa keluar kura-kura ini tanpa perijinan dan kemudian ke esokan harinya mereka celaka.
tidak beda warna lagi dengan begini sekarang aja sudah sembuh.

 Awalnya mucul dari penyebaran agama hingga muncul kisah adanya kura-kura putih di sumur pamuruyan tersebut. Ada pula mitos lainnya yang katanya menceritakan hal yang berbeda, bahwa yang dibuang bukanlah kitab suci Al-Quran, melainkan kitab ilmu kanuragan berupa ilmu pamuruyann, pengasihan, dan pamulyaan yang mengajarkan segala kebaikan untuk dibagikan kepada seluruh umat manusia, habluminannas (hubungan sesame manusia), dan habluminallah (hubungan dengan Tuhan). Berubahnya kitab sebagai kura-kura dianggap sebagai sebuah simbol bahwa untuk mendapatkan suatu hal yang diinginkan, maka seseorang harus yakin dan sabar untuk berusaha dan banyak


Senin, 14 Januari 2019

Review Fasilitas Obyek Wisata Cikuya Belawa



          Saat pertama kali kita memasuki kawasan obyek wisata ini kita akan menjumpai adanya papan yang berada di pohon besar bertuliskan “ Selamat datang di Obyek Wisata Belawa.” Setelah masuk pintu kita akan melihat banyak sekali pepohonan yang sangat rindang membuat udara disekitar terasa sejuk dengan adanya pepohonan tersebut dan waktu kita mengunjungi tempat tersebut saya melihat tidak terlalu banyak pengunjung disana. Tepat disebelah kanan pintu masuk kita akan dapat melihat ada sebuah kolam bebatuan yang didalam terdapat ikan-ikan refleksi yang jumlahnya sangat banyak, biasanya warga setempat menyempatkan diri untuk duduk dan merendam kaki mereka pada kolam tersebut dan membiarkan ikan ikan menggigit kaki mereke agar dapat mengurangi kelelahan karena perjalanan yang cukup lama untuk sampai ke tempat wisata ini. untuk para pengunjung yang ingin beristirahat disini terdapat warung untuk sekedar mengisi perut atau hanya skedar lesahan dan disebelah kiri warung terdapat mushola. Dan juga persis disebelah kolam ada sumur kecil dengan air yang dangkal yaitu sumur pamuruyan.
          Di tempat ini ada kolam khusus pemeliharaan kura-kura belawa, serta ruang khusus untuk penetasan telur. Saat saya dan teman-teman masuk melihat bagaimana cara pengembangbiakan kura-kura disini, pada ruangan kecil tempat penetasan telur kura-kura disini, terdapat ratusan telur yang baru saja dipindahkan. Di Taman Wisata Kurawa Belawa, terdapat museum yang didalamnya terdapat display awetan kura belawa yang telah mati, kemudian diletakkan dalam akuarium kaca tertutup dan diletakkan di dalam ruangan semi indoor berkolam. Selain museum, di Taman Wisata Kura Belawa juga terdapat kolam pemeliharaan kura belawa dewasa berukuran kurang lebih 630 m2, kolam pemeliharaan tukik, serta ruang penetasan. Indonesia seharusnya bangga, karena salah satu jenis kura-kura  dengan ciri khas yang kerap disebut kura belawa hanya ada di Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon. Kura-kura belawa ini harus dijaga dan di lestarikan dengan sangat hati-hati karna hewan ini sangat langka di dunia dan hanya terdapat di daerah cikuya ini. Hewan ini ada yang sebagian jinak dan sebagian tidak.
          Tempat wisata edukasi ini terbilang cukup terjangkau untuk pencarian lokasinya. Akan tetapi karena fasilitas dan sumber daya yang belum memadai, kurang terawat bahkan terkesan seadanya sehingga menjadi kurang nyaman karena terbatasnya dana untuk memelihara tempat tersebut. Salah satunya toilet yang kurang bersih, lingkungan yang lembab serta lapangan parkir yang kurang luas. Terkadang masih ada beberapa sampah yang berserakan. Untuk itu kita sebagai pengunjung pun harus ikut menjaga tempat wisata tersebut agar tetap bersih dan nyaman serta kita juga harus menjaga dan menyanyangi hewan-hewan yang ada disekitar, terlebih lagi hewan langka. Seperti salah satu contohnya kura-kura belawa ini. Karena kura-kura belawa satu-satunya hewan endemik dan merupakan salah satu hewan langka yang hanya ada di Cirebon bahkan di dunia. Nah, oleh karena itu kita harus bersama-sama melestarikan hewan tersebut jangan sampai punah.
          Wisata Kuya Belawa merupakan kawasan konservasi yang berada di tanah Desa Belawa. Di lokasi ini, sudah terbentuk kelompok pemerhati kura belawa, salah satunya Kelompok Kuya Asih Mandiri yang merupakan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, serta Kelompok Penggerak Pariwisata binaan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Cirebon. Dengan terbentuknya kelompok tersebut berharap kura-kura belawa ini terurus dan berkembang biak dengan baik sehingga akan populasi kura-kura belawa ini akan semakin meningkat.


Review Habitat Obyek Wisata Kuya Belawa



           Setelah membahas mitos kini saya akan membahas tentang habitat dan perkembangbiakan kura-kura belawa. Kura-kura Belawa adalah kura-kura langka yang terdapat di Cirebon, itupun tidak di sembarang tempat. Hanya ada di Desa Belawa, di Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, sekitar 200 kilometer dari kota Cirebon. Kura-kura Belawa termasuk hewan yang dilindungi oleh masyarakat setempat. Selain cerita keramat, keberadaan Kura-kura Belawa juga dilindungi oleh sebuah mitos, ia tidak dapat dibawa keluar dari Desa Belawa. Apabila ada yang mencoba membawa keluar kura-kura itu, maka orang yang bersangkutan akan mendapat musibah.
         Habitat kura-kura Belawa yaitu di darat dan di air. Untuk sehari-hari hidup di air, sedangkan.  untuk perkembangbiakannya yaitu bertelur di darat. Kura-kura ini lebih senang hidup di air yang berlumpur, terkadang hanya berendam di dalam lumpur sepanjang harinya. Kura-kura ini senang di tempat berlumpur dan bisa seharian berada di dalam air kadang ia suka berjemur di bawah matahari.
        Hasil penelitian yang telah saya teliti dengan teman-teman saya menunjukkan bahwa kura-kura belawa lebih menyukai perairan yang tenang, keruh dan mempunyai dasar yang berlumpur tebal. Untuk melakukan peneluran, kura-kura akan memilih tempat yang cocok di darat, yaitu berada di bawah naungan pohon-pohon besar yang beIjarak sekitar 6-8 meter dari perairan atau kolam, sedikit semak, tidak berbatu dan tanahnya adalah j enis tanah Iiat. Kehidupan harian kura-kura belawa lebih banyak di perairan dan hanya akan naik ke darat untuk bertelur, mencari makan atau pindah ke kolam lainnya. Beberapa hal yang berpengaruh terhadap kondisi habitat kura-kura belawa di perairan Cikuya baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain adalah penggunaan lahan di sekitar perairan Cikuya yang merupakan daerah tempat peneluran kura-kura belawa untuk kegiatan pertanian dan pemukiman penduduk, pembuatan tembok tinggi di sekeliling kolam, pengambilan telur kura-kura belawa oleh masyarakat dan banyakuya pengunjung yang datang ke perairan Cikuya.
          Kura-kura ini dalam perkembangbiakannya hampir sama dengan kura-kura lainnya yaitu melalui telur. Telur dari kura-kura tersebut pada saat ini diperjualbelikan oleh masyarakat sekitar daerah tersebut, oleh karenanya perlu dibuatkan suatu tempat yang memadai untuk kelangsungan hidupnya oleh pihak yang berwenang untuk menjaga kelestariannya. Hingga saat ini kura-kura tersebut terjaga dari kepunahan, karena didasarkan oleh masyarakat tabu untuk mengambil daging kura-kura dari tempatnya. Pada masa yang akan datang perlu dibuatkan habitat yang sesuai agar jenis satwa tersebut terhindar dari kepunahan.
          Jumlah kura-kura di obyek wisata Cikuya, Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, terus berkurang dari tahun ke tahun. Padahal, kura-kura Belawa (Tryonix cartilegineus) merupakan satwa langka yang dilestarikan sekaligus daya tarik utama di tempat ini. Pengurus obyek wisata Cikuya mengungkapkan, jumlah kura-kura yang tinggal di kolam Cikuya hanya tujuh ekor. Jumlah ini sangat jauh dibandingkan dengan tahun 1980-an. Menurut pengurus setempat, jumlah kura- kura mulai terasa berkurang drastis sejak tahun 1990-an, tetapi ia tidak menyebut penyebab pastinya. Ia menduga kondisi air yang tidak sebagus dulu menjadi salah satu sebab pemicu tidak berkembangnya kura-kura Belawa.Masyarakat memelihara kura-kura tersebut dengan diberi makanan berupa ayam, ikan asin dan singkong.